Selasa, 27 Januari 2009

HUKUM ASAL

1 komentar
Hukum Asal Ubudiah/ ritual/ peribadatan itu adalah HARAM sampai ada dalil yang memerintahkan kita untuk melaksanakannya, itu yang menyebabkan tahlilan, yasinan, maulidan, zikir bersama, dll itu menjadi bid'ah (hal yang baru dalam agama dan setiap yang baru dalam agama adalah sesat, dan kesesatan itu tempatnya di neraka"HR Muslim 2/592 no 867. Nasa'i 3/188 no 1578) karena semua aktivitas tersebut tidak pernah dilaksanakan Rasulullah SAW dan tidak ada 1 dalil yang shahih yang menganjurkan melaksanakan aktivitas tersebut.
Sedang
Hukum Asal Syariah/ kegiatan sehari-hari / makanan / minuman itu adalah HALAL sampai ada dalil yang mengharamkan, seperti memakan bangkai, anjing, babi, dll

Senin, 26 Januari 2009

ASAL USUL KUMANDANG ADZAN

1 komentar
ASAL USUL KUMANDANG ADZAN

( Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari )

Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat dmusnahkan. Semakin hari semakin bertambah banyak saja orang-orang yang menjadi penganutnya.

Demikian pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang ada dikota itu sudah menerima Islam sebagai agamanya. Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama untuk menunaikan sholat berjama`ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.

Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat. Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing-masing menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama`ah dimulai.

Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya tiba. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul.

Saran-saran diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.

Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sbb : “Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya,” Untuk apa ?
Aku menjawabnya,”Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat.”
Orang itu berkata lagi,”Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?”
Dan aku menjawab ” Ya !”
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ,” Allahu Akbar,…Allahu Akbar…..”

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,”Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang.” Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal.”

Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini

DOSA_DOSA yg DIANGGAP BIASA part 2(GHIBAH /MENGGUNJING)

1 komentar
GHIBAH (MENGGUNJING)

Dalam banyak pertemuan di majlis, sering kali yang dijadikan hidangannya adalah menggunjing (membicarakan orang lain). Padahal Allah Subhanahu wata’ala melarang hal tersebut, dan menyeru agar segenap hamba menjahuinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang amat kotor dan menjijikkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik dengannya” (Al Hujurat : 12)

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam menerangkan makna ghibah (menggunjig) dengan sabdanya :

“Tahukah kalian apakah ghibah itu? Mereka menjawab : Allah dan RasulNya yang mengetahui. Beliau bersabda : Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya, ditanyakan : “Bagaimana halnya jika apa yang aku katakan itu (memang) terdapat pada saudaraku ? beliau menjawab : jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu maka engkau talah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta padanya” (HR Muslim : 4/2001)

jika ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan), baik dalam soal keadaan jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, Akhlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranyapun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok.

Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :

“Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri) dan yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormayan saudaranya” (As Silsilah Ash Shahihah : 1871).

Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjingkan orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya :

“barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak api Neraka dari wajahnya” (HR Ahmad : 6/450, Shahihul Jami’ : 6238).

DOSA_DOSA yg DIANGGAP BIASA part 1 (THIYARAH)

1 komentar
Thiyarah

Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata : Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya”. (Al A’raf : 131)

Dahulu diantara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang kearah kanan maka ia optimis sehingga melangsungkan pekerjaannya, sebaliknya, jika burung itu terbang ke arah kiri maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.

Oleh Nabi Shallallahu’alaihi wasallam hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya :

“Thiyarah adalah syirik”

Termasuk dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan–bulan tertentu. Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan shafar. Juga kepercayaan bahwa hari rabu yang jatuh pada akhir setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.

Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berlepas diri dari mereka. Sebagaiman disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain :

“Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan (dan saya kira juga bersabda) dan yang menyihir atau yang meminta disihirkan [Hadits riwayat at Thabrani dalam Al Kabir : 18 / 162, lihat shahihul jami’ no : 5435].

Orang yang terjerumus melakukan hal-hal diatas hendaknya membayar kaffarat (denda) sebagaimana yang dituntunkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam :

“barangsiapa yang (kepercayaan) thiyarahnya mengurungkan hajat (yang hendak dilakukannya) maka ia telah berlaku syirik, mereka bertanya : Wahai Rasulullah , apa kaffarat (tebusan) dari padanya? Beliau bersabda : Hendaklah salah seseorang dari mereka mengatakan : “ ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau [Hadits riwayat Imam Ahmad : 2/220, As silsilah Ash shahihah no : 1065 (hadits ini lemah, sebaiknya disebutkan dengan menerangkan kelemahannya, bin Baz)]

Merasa pesimis atau bernasib sial termasuk salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat yang lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah.

Ibnu Masud Radhiallahu’anhu berkata :

“Dan tiada seorangpun di antara kita kecuali telah terjadi dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepadaNya) [Hadits riwayat Abu Dawud, no : 3910, dalam silsilah Ash Shahihah hadits no : 430]

temen tau kah kamu sapa Lata dan Uzza???

0 komentar
Berdasarkan riwayat Ubnu Jabir Latta dan Uzza adalah nama orang-orang
yang dalam hidupnya, mengabdikan diri
untuk beribadah kepada Allah
SW membantu orang melaksanakan ibadah haji..mungkin kalau dapat kita katakan
‘wali’,Syeh,kyai d kalau di Indonesia.
Hari-harinya di habiskan dalam sujud
kepada Allah, mereka banyak berbuat
kebajikan terhadap sesama, namun tak
kala mereka meninggal dunia. Mulailah
kesyirikan menimpah orang2 yg
jahil..awalnya mereka hanya datang ke
makam buat ziarah..namun karena
kejahilan mereka, mereka mulai membawa
sesajen (dalam istilah indonesia)
dengan harapan mendapatkan Safa’at.
parahnya lagi masyarakat sampai membuat
patung mereka. yang kita kenal dengan
berhala Latta dan Uzza. sungguh dosa
besar ketika kita menyekutukan
Allah,dan itu juga terjadi di masyarkat
kita ketika datang bulan puasa
berbondong-bondong ke kuburan para
Wali,bawa ini bawa itu. Sholat
dikuburan,dsb. Bukankah rasul Kita
Muhammad melarang kita solat di
kuburan, bahkan dikuburan beliau
sendiri!!!Jangan salah sangka sungguh
Masjid Nabawi tidak dibuat diatas
kuburan Rasullullah SAW.Masjid itu
telah ada sebelum Rasullullah
meninggal, kuburan Rasullullah berada
di samping Masjid itu.tepatnya di rumah
Ummul Mukminin Aisyah Radiyallahu Anhu.
“Jangan menyebut kata mencintai kepada
selain Allah, karena tiada yang patut
di cintai melainkan Dia.Tanggung Jawab
mencintai begitu besar dan itu hanya
ditujukan pada Allah dan buat orang
yang dekat dengan kita seperti
Ortu,Saudara, Istri yang benar2 halal
buat kita”Waallahu Alam..

Bagaimana sih hukum yasinan dan tahlilan itu????

0 komentar

Ajaran Islam sudah sempurna sejak
Rasulullah SAW wafat,semua hal yang
berkaitan dengan kelahiran, kehidupan,
pernikahan, kematian seorang manusia
juga sudah dijelaskan Rasulullah SAW.
Bahkan dalam hal yg sepele sekalipun
sudah diatur islam. Maka barang siapa
yang menambah atau mengurangi ajaran
islam dengan mengganggap baik perbuatan
itu sungguh secara tidak langsung telah
menuduh Rasulullah SAW berkhianat dalam
menyampaikan ajaran islam. Dalam hal
ini Rasulullah dengan tegas memberi
ancaman bagi orang yang suka menambah
atau mengurangi dalam menjalankan
islam.Rasulullah SAW bersabda ” Barang
siapa yang melaksanakan suatu amalan
(dalam hal Ibadah) sedang amalan itu
tidak ada dalil yang shahih maka amalan
itu tidak diterima”.HR Muslim no.1718
tidak salah lagi yasinan dan tahlilan
tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah
dan sahabat, itu cuma adat istiadat
kita yang dipengaruhi ajaran dinamisme
dan animisme!!!Ada tahlilan 7 hari,40
hari,100 hari,1000 hari, bahkan ada
ulang tahun segala,Yasinan tiap malam
Jum’at dll tidak ada dalil 1 pun baik
itu al-quran maupun hadis shahih yang
mendukung hal tersebut.Rasulullah
bersabda “jauhilah oleh kalian setiap
perkara yang baru (dalam agama) karena
setiap yang baru adalah bid’ah”HR
Tirmizi dan Abu Dawud. “Dan setiap
bid’ah adalah kesesatan, dan setiap
kesesatan itu ada di neraka.”HR Muslim
Wallohu A’lam

Wasiat Sebelum Tidur (ANNISA)

0 komentar
"Ali berkata, Fathimah mengeluhkan bekas alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Fathimah bertolak, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata. 'Tetaplah di tempatmu'. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata. 'Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu". (Hadits Shahih, ditakhrij Al-Bukhari 4/102, Muslim 17/45, Abu Dawud hadits nomor 5062, At-Tirmidzi hadits nomor 3469, Ahmad 1/96, Al-Baihaqy 7/293)

Wahai Ukhti Muslimah !
Inilah wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni sorga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfa'at bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini.

Fathimah merasa capai karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya.

Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah, Ummul Mukminin. Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah.

Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan, memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta ijin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata. "Tetaplah engkau di tempatmu". "Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?".

Fathimah menjawab. "Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku".

Beliau berkata. "Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu ?". Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. "Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu".

Ali tidak melupakan wasiat ini, hingga setelah istrinya meninggal. Hal ini dikatakan Ibnu Abi Laila. "Ali berkata, 'Semenjak aku mendengar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku tidak pernah meninggalkan wasiat itu".

Ada yang bertanya. "Tidak pula pada malam perang Shiffin ?".

Ali menjawab. "Tidak pula pada malam perang Shiffin".
(Ditakhrij Muslim 17/46. Yang dimaksud perang Shiffin di sini adalah perang antara pihak Ali dan Mu'awiyah di Shiffin, suatu daerah antara Irak dan Syam. Kedua belah pihak berada di sana beberapa bulan)

Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir ?

Hubungan keduanya sangat jelas bagi orang yang memiliki hati atau pikiran yang benar-benar sadar. Sebab dzikir bisa memberikan kekuatan kepada orang yang melakukannya. Bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan. Di antara manfaat dzikir adalah :

Menghilangkan duka dan kekhawatiran dari hati.
Mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi hati.
Memberikan rasa nyaman dan kehormatan.
Membersihkan hati dari karat, yaitu berupa lalai dan hawa nafsu.
Boleh jadi engkau juga bertanya-tanya, ada dzikir-dzikir lain yang bisa dibaca sebelum tidur selain ini. Lalu mana yang lebih utama ? Pertanyaan ini dijawab oleh Al-Qady Iyadh : "Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beberapa dzikir sebelum berangkat tidur, yang bisa dipilih menurut kondisi, situasi dan orang yang mengucapkannya. Dalam semua dzikir itu terdapat keutamaan".

Secara umum wasiat ini mempunyai faidah yang agung dan banyak manfaat serta kebaikannya. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama :

Pertama
Menurut Ibnu Baththal, di dalam hadits ini terkandung hujjah bagi keutamaan kemiskinan daripada kekayaan. Andaikata kekayaan lebih utama daripada kemiskinan, tentu beliau akan memberikan pembantu kepada Ali dan Fathimah. Dzikir yang diajarkan beliau dan tidak memberikan pembantu kepada keduanya, bisa diketahui bahwa beliau memilihkan yang lebih utama di sisi Allah bagi keduanya.

Pendapat ini disanggah oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Menurutnya, hal ini bisa berlaku jika beliau mempunyai lebihan pembantu. Sementara sudah disebutkan dalam pengabaran di atas bahwa beliau merasa perlu untuk menjual para tawanan itu untuk menafkahi orang-orang miskin. Maka menurut Iyadh, tidak ada sisi pembuktian dengan hadits ini bahwa orang miskin lebih utama daripada orang kaya.

Ada perbedaan pendapat mengenai makna kebaikan dalam pengabaran ini. Iyadh berkata. "Menurut zhahirnya, beliau hendak mengajarkan bahwa amal akhirat lebih utama daripada urusan dunia, seperti apapun keadaannya. Beliau membatasi pada hal itu, karena tidak memungkinkan bagi beliau untuk memberikan pembantu. Kemudian beliau mengajarkan dzikir itu, yang bisa mendatangkan pahala yang lebih utama daripada apa yang diminta keduanya".

Menurut Al-Qurthuby, beliau mengajarkan dzikir kepada keduanya, agar ia menjadi pengganti dari do'a tatkala keduanya dikejar kebutuhan, atau karena itulah yang lebih beliau sukai bagi putrinya, sebagaimana hal itu lebih beliau sukai bagi dirinya, sehingga kesulitannya bisa tertanggulangi dengan kesabaran, dan yang lebih penting lagi, karena berharap mendapat pahala.

Kedua
Disini dapat disimpulkan tentang upaya mendahulukan pencari ilmu daripada yang lain terhadap hak seperlima harta rampasan perang.

Ketiga
Hendaklah seseorang menanggung sendiri beban keluarganya dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia kalau memang dia memiliki kemampuan untuk itu.

Keempat
Di dalam hadits ini terkandung pujian yang nyata bagi Ali dan Fathimah.

Kelima
Seperti itu pula gambaran kehidupan orang-orang salaf yang shalih, mayoritas para nabi dan walinya.

Keenam
Disini terkandung pelajaran sikap lemah lembut dan mengasihi anak putri dan menantu, tanpa harus merepotkan keduanya dan membiarkan keduanya pada posisi berbaring seperti semula. Bahkan beliau menyusupkan kakinya yang mulia di antara keduanya, lalu beliau mengajarkan dzikir, sebagai ganti dari pembantu yang diminta.

Ketujuh
Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata. "Pendapat ini perlu diteliti lagi. Dzikir tidak menghilangkan letih. Tetapi hal ini bisa ditakwil bahwa orang yang banyak berdzikir, tidak akan merasa mendapat madharat karena kerjanya yang banyak dan tidak merasa sulit, meskipun rasa letih itu tetap ada".

Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni sorga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya ?



Minggu, 25 Januari 2009

kebenaran Vs Kebatilan

0 komentar
SEBUAH WAHYU LANGSUNG UNTUK 'ALI

Suatu hari ketika 'Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang
musuhnya patah dan orangnya terjatuh. 'Ali berdiri di atas
musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia
berkata, "Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan
lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka
aku tidak boleh menyerangmu."

"Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan
tangan-tanganmu dan kaki-kakimu," orang itu berteriak balik.

"Baiklah kalau begitu," jawab 'Ali, dan dia menyerahkan
pedangnya ke tangan orang itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan", tanya orang itu kebingungan.
"Bukankah saya ini musuhmu?"

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, "Kamu bersumpah
kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan
membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu
majulah dan seranglah aku". Tetapi orang itu tidak mampu.
"Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata," jelas 'Ali.
"Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan
antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya
adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu
antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan
pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu
dalam keadaan seperti ini, maka aku harus
mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan
mempertanyakan hal ini kepadaku."

"Inikah cara Islam?" Orang itu bertanya.

"Ya," jawab 'Ali, "Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa,
dan Sang Unik."

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki 'Ali dan memohon,
"Ajarkan aku syahadat."

Dan 'Ali pun mengajarkannya, "Tiada tuhan melainkan Allah.
Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah."

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. 'Ali
menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang
itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi
sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.

"Mengapa kamu tidak membunuh aku?" Orang itu berteriak dengan
marah. "Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,'
Dan dia meludahi muka 'Ali.

Mulanya 'Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat
kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. "Aku bukan
musuhmu", Ali menjawab. "Musuh yang sebenarnya adalah
sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah
saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau
meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang
kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka
aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku
akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk
itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak
membunuhmu."

"Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?" orang
itu bertanya.

"Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan.
Antara kebenaran dan kepalsuan". 'Ali menjelaskan kepadanya.
"Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk
membunuhmu, aku tak boleh."

"Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?"

"Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam."

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki 'Ali dan dia juga
diajari dua kalimat syahadat
 

Ka'bah Night | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id